Tugu Raja Anggok di Kampung Wersar - Teminabuan (foto : reynold) |
Melkianus Konjol bercerita perjalanan Raja Anggok, pada jaman dulu itu ya mau dibilang dia orang jahat boleh, karena beliau melakukan jual-beli budak dan juga mengatur strategi perang serta jalani adat seperti apa segala sesuatu ada sama dia. Sehingga beliau ditangkap, dibawa dan dipenjarakan di Tidore. Setelah dari sana kembali hampir ada 3 tahun lamanya disana, jadi penduduk tahu bahwa dia sudah meninggal, ternyata dia kembali. Dia dari sana kembali sudah muslim, dia sudah sunat, membawa Al-Quran dan menggunakan songko merah serta membawa tempat pengalas sembayang (sajadah).
Bapak Melkianus Konjol, keturunan ketiga dari Raja Anggok (foto : Hafsah) |
"Tidak lama setelah itu datang pula Sultan Tidore melalui Fak-Fak, karena waktu itu disini masyarakat belum tahu bahasa melayu, hanya beliau karena mungkin lama di Tidore sana namun hanya sedikit-sedikit sehingga yang menjadi juru bahasa dibawa dari Fak-Fak yaitu Raja Rombati, Atiati, Fatagar dan Patipi, mereka datang dengan Sultan sampai di Teminabuan dan melihat banyak penduduk yang ada disana, mereka kemudian bertanya kepada penduduk kira-kira di tempat ini siapa yang bisa lihat dia mampu mengurusi wilayah ini tunjukkan dia supaya kami bawa untuk lantik jadi raja (Raja Kaibus) karena wilayah ini sangat luas, dengan suara bulat mereka mangajukan Agustinus, dia waktu itu belum baptis. Mereka bawa dia sampai di Fak-Fak untuk pelantikan disana dimana pelantikan itu ditandai dentuman meriam buatan Portugis sebanyak 3 kali, berarti sah dan diberikan keris komando untuk dia melaksanakan tugas" ujar Konjol.
Setelah itu dia jalankan roda pemerintahan, dari Teminabuan sampe ke Maybrat dan sampai di muara Worongge dan lurus ke laut kosong itu sampai di Sailolo termasuk Sorong dan Sausapor sampai jalan yang dari Saluk kesini itu dia punya semua, ini masuk wilayah Kaibus. Karena terlalu luas, dia minta sama Sultan tapi lewat 4 orang raja tadi, Bicara dengan Sultan dulu bagaimana ini wilayah luas bisa saya tambah 3 raja muda ? Sultan setuju. Dia ambil 1 dari Kampung B namanya Isak Thesia tapi nama panggilan itu Blesi. Terus di Ayamaru Maybrat namanya Woflebru itu dari Solosa, terus dia ambil dari pantai Aitinyo masuk dan dibawa untuk pelantikan, setelah pelantikan itu selesai, wilayah ini dibagi, jadi dia punya tugas hanya kontrol kesana ke Raja Ampat sana dia kembali, begitu dia meninggal bapak yang ganti, bapak Marten Kondjol melaksanakan tugas itu, dia jalani tugas itu sampai tahun 1957.
"Setelah tahun 1957 Raja Arfan ke Manokwari karena di Manokwari itu kedudukan residen disana. Dia minta panggil Raja Kaibus untuk kita bicara ulang karena saya punya wilayah sangat kecil kalau bisa minta untuk dia bagi wilayah dengan saya. Masyarakat Wersar membawa beliau dengan penggayu perahu dayung sampai ke Sorong dan berlabuh di Remu, paginya baru ketemu di kantor. Raja Arfan ajukan alasan itu, dan bapak Marthen setuju, jadi wilayah dibagi 2 dimana dari Muara Klamono ke sebelah Seget itu untuk Raja Arfan saudara dari Raja Ampat sedangkan dari sebelah kali Klamono ke Teminabuan itu saya punya. Tahun 1957 itu yang mereka bagi wilayah itu, kalau tidak wilayah itu masih utuh" kata Konjol
Melkianus Konjol juga mengungkapkan bahwa semua jabatan sampai di Maybrat, dimana ada Raja Kambuaya, Raja Isir dan Raja yang di Maybrat semua itu mulai dari sini, dan ada juga jabatan kapitan, mayor dan beberapa jabatan itu semua berasal dari sini, termasuk mendatangkan guru juga itu langsung dari kebijakan raja. [NM]
No comments:
Post a Comment